JIKA BIJI GANDUM JATUH KE DALAM TANAH DAN MATI

(Bacaan Pertama Misa Kudus, PESTA S. LAURENSIUS, DIAKON-MARTIR – Kamis, 10 Agustus 2017) 

Sesungguhnya Aku berkata berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. (Yoh 12:24-26) 

Bacaan Pertama: 2Kor 9:6-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 112:1-2,5-9

Dalam setiap biji gandum terkandunglah suatu potensi untuk bertumbuh, menjadi matang dan menghasilkan buah. Akan tetapi agar dapat bertumbuh, biji gandum itu pertama-tama harus ditanam/jatuh ke dalam tanah dan menjadi mati, artinya menyerahkan dirinya untuk perubahan selanjutnya. Hanya dengan begitu biji gandum itu dapat menghasilkan kehidupan.

Seorang Kristiani menerima kehidupan dengan cara yang serupa. Agar dapat hidup, kita harus mati dulu. Mati berarti dibaptis ke dalam kematian Tuhan Yesus! Dengan menyatukan diri kita dalam iman pada kematian-Nya, maka kita setuju dalam hati kita  bahwa kita tidak lagi memiliki hasrat untuk diatur oleh kehidupan yang kita warisi dari Adam dan Hawa setelah kejatuhan mereka ke dalam dosa. Kita menginginkan tanda sakramental kematian kita dalam pembaptisan untuk diaktualisasikan, agar kita bahkan sekarang dapat mengalami kematian terhadap cinta-diri dan dorongan-dorongan dari dalam diri semata.

Dalam pembaptisan, “biji gandum” kita telah dikubur dan kita pun dimampukan untuk menerima suatu kehidupan baru. Karena kita turut ambil bagian dalam kematian Yesus, kita juga ikut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya (Rm 6:4). Karena Yesus dibangkitkan dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, maka kehidupan yang kita terima mempunyai asal-usul di surga. Roh Kudus memberdayakan kehidupan baru dalam diri kita dengan memperbaharui akal budi dan hati kita. Kita bekerja sama dengan berdoa, melakukan pertobatan, menerima kehidupan-Nya dari liturgi dan sakramen, membaca dan merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan mencari terus kehendak-Nya atas diri kita. Dengan berjalannya waktu, berkat rahmat Allah, kita mulai dapat menghasilkan buah-buah yang baik. Tindakan-tindakan kita dan kata-kata yang kita ucapkan menjadi semakin lebih berpusat pada Kristus. Pada saat yang sama berbagai tindakan dan kata-kata kita yang mencerminkan pemusatan pada diri kita sendiri juga semakin menyusut. Kita pun mulai merindukan Allah lebih daripada dunia.

Santo Laurensius (+258) adalah contoh sempurna dari sebutir biji gandum yang mati dan tumbuh serta berbuah. Pada hari ini Gereja mengenang kehidupan orang ini yang lebih mengasihi Allah daripada mengasihi dunia. Pada masa pontifikat Paus Sixtus II (257-258), Laurensius adalah seorang diakon di Roma. Ketika diminta oleh Pak Gubernur untuk menyerahkan harta kekayaan (uang) milik keuskupan, dia malah mengumpulkan dan membawa para fakir miskin. Dia berkata: “Tuanku, inilah harta kekayaan Gereja!” Orang-orang miskin memang adalah harta-milik Gereja yang sejati. Gereja Kristus memang sejatinya adalah “a Church of the Poor and for the Poor!” untuk sepanjang masa. Untuk tindakannya ini Laurensius dihukum mati dengan dibakar hidup-hidup di atas sebuah pemanggangan.

Laurensius mampu untuk mati dengan berani dan tenang-tenteram karena akal budi dan hatinya telah diperbaharui oleh Roh Kudus. Yesus Kristus telah menjadi pusat kehidupannya. Mungkin kita tidak dipanggil Tuhan untuk mengalami kemartiran sebagaimana yang dialami oleh Santo Laurensius, namun kita dipanggil untuk mati terhadap kedagingan dan hidup sesuai pimpinan Roh Kudus (Rm 8:12-14). Marilah kita hari ini dengan penuh rasa percaya membuka diri kita masing-masing bagi rahmat pembaharuan yang diberikan Allah, agar “biji gandum” kehidupan baru dapat berakar dalam diri kita dan bertumbuh.

Dalam kesempatan ini baiklah kita merenungkan ucapan syukur yang ditulis oleh Santo Paulus: “Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh kemurahan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, dengan demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah” (2Kor 1:3-5).

DOA: Bapa surgawi, karena cintakasih yang berapi-api Santo Laurensius menjadi pelayan-Mu yang setia dan martir-Mu yang mulia. Sebagaimana dicontohkan olehnya, semoga kami mengasihi Yesus Kristus dengan sungguh-sungguh dan melaksanakan apa saja yang diajarkan-Nya kepada kami. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Pertama hari ini (2Kor 9:6-10), bacalah tulisan yang berjudul “MEMBERI DENGAN SUKACITA” (bacaan tanggal 10-8-17) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 17-08 PERMENUNGAN ALKITABIAH AGUSTUS 2017. 

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2010) 

Cilandak, 8 Agustus 2017 [Peringatan S. Dominikus, Pendiri OP, Imam] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS