DISIPLIN DIRI DARI HARI KE HARI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXI – Rabu, 5 November 2014)

KEMURIDAN - SIAPA YANG MAU MENJADI MURIDKUPada suatu kali ada banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapaknya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Siapa saja yang tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, apakah uangnya cukup untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, dan berkata: Orang ini mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya.
Atau, raja manakah yang kalian mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku. (Luk 14:25-33)

Bacaan Pertama: Flp 2:12-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 27:1,4,13-14

Dalam Bacaan Injil hari ini, Yesus berbicara mengenai “memikul salib”. Seorang sastrawan Inggris pada abad pertengahan, Geoffrey Chaucer [c.1343-1400], mengatakan bahwa “siapa yang menginginkan sesuatu hal yang berharga harus mengorbankan sesuatu yang berharga pula”. Artinya, kita tidak dapat mendapat kasih yang sejati tanpa melakukan disiplin-diri yang sama riilnya. Para dokter, para pemusik, para artis, para ilmuwan, para pengarang buku, para guru, para inventor (penemu sesuatu yang baru) – semua menyadari bahwa kebesaran hanya akan datang dengan disiplin-diri. Pekerjaan jujur adalah sebuah salib yang berat, hal itu diterima dengan segala senang hati demi cinta pada tujuan yang ingin dicapai, dan dapat dicapai dengan upaya-upaya yang jujur. Spiritualisasikanlah kebenaran ini, maka kita pun akan mendapatkan salib harian kita seperti yang dimaksudkan oleh Yesus. Yesus mengesampingkan segala hal yang lain demi melaksanakan kasih-Nya yang besar, yaitu rencana Bapa surgawi untuk menebus umat manusia. Paulus menulis, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu saliib” (Flp 2:5-8).

275px-Geertgen_Man_van_smartenSalib harian adalah ungkapan kasih. Kasih yang sejati membuat seseorang “meyangkal dirinya” dan mengikuti jejak Yesus Kristus, karena kasih membuat orang itu melepaskan/meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi upayanya untuk mengikuti Dia yang dikasihi. Cinta-diri mempertimbangkan setiap gangguan kecil sebagai “salib harian”. Kalau kita mau jujur pada diri kita sendiri, sebagian besar dari kesusahan-kesusahan kita yang kita pertimbangkan sebagai pengorbanan-pengorban sebenarnya hanyalah ungkapan-ungkapan diri kita yang begitu mementingkan diri kita sendiri, membenarkan diri kita, keserakahan kita dst. Kita melebih-lebihkan kesulitan-kesulitan kita yang relatif kecil seakan-akan menjadi salib-salib yang besar dan berat, namun sesungguhnya bersifat artifisial. Seringkali apa yang mereka katakan sebagai salib itu hanyalah serpihan atau debu yang jatuh dari salib yang sesungguhnya. Semua itu bukan salib, melainkan tanda-tanda kasar dari kelemahan kita.

Salib yang dipikul oleh Yesus dan yang diminta oleh-Nya untuk kita pikul adalah hidup kasih Kristiani itu sendiri, “baptisan” besar menuju mana keseluruhan hidup-Nya diarahkan. Salib adalah keadaan hidup kita, kerasulan kita, tugas-tugas harian kita, hidup perkawinan kita, keluarga kita, ajaran kita, pemeliharaan serta perawatan kita atas mereka yang membutuhkan, studi kita.

Kita harus senantiasa mengingat bahwa kesulitan-kesulitan kecil sehari-hari hanyalah bayangan dari salib, karena salib adalah kasih besar sekali bagaikan sebatang pohon yang menjulang tinggi. Itulah “sesuatu hal yang berharga” untuk mana “segala sesuatu yang berharga” lainnya kita rela lepaskan.

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku! Kemenangan salib-Mu adalah kemenangan kasih-Mu yang sempurna. Terpujilah nama-Mu, sekarang dan selama-lamanya! Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Pertama hari ini (Flp 2:5-11), bacalah tulisan yang berjudul “BERCAHAYA SEPERTI BINTANG-BINTANG DI DUNIA” (bacaan tanggal 5-11-14) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 14-11 PERMENUNGAN ALKITABIAH NOVEMBER 2014.

Cilandak, 3 November 2014

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS