Archive for February, 2024

YESUS-LAH BATU YANG DIBUANG DAN TELAH MENJADI BATU PENJURU

YESUS-LAH BATU YANG DIBUANG DAN TELAH MENJADI BATU PENJURU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Jumat, 1 Maret 2024)

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi. (Mat 21:33-43,45-46)

Bacaan Pertama: Kej 37:3-4,12-13,17-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:16-21

“Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.” (Mzm 118:22)

Para pengkhotbah Kristiani di awal-awal sejarah Gereja kelihatannya suka menggunakan ayat mengenai batu yang dibuang dan telah menjadi batu penjuru ini. Dengarkanlah apa yang dikatakan Petrus (ditemani oleh Yohanes) yang penuh dengan Roh Kudus berbicara di hadapan Mahkamah Agama, a.l sebagai berikut: “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan – yaitu kamu sendiri – namun ia telah menjadi batu penjuru” (Kis 4:11).

Sebagai “batu yang dibuang”, Yesus masuk ke dalam ikatan solidaritas dengan para korban yang tak bersalah di segala zaman. Perumpamaan tentang kebun anggur adalah cerita mengenai tindakan kekerasan yang kejam dan … berdarah, sampai menghilangkan nyawa orang! Orang-orang yang tidak bersalah dipukuli dan dianiaya oleh mereka yang berambisi buruk. Darah Yesus yang dicurahkan dari atas kayu salib menjadi bagian dari sejarah sekian banyak darah orang-orang tak bersalah dari abad ke abad. Di abad ke-20 saja diperkirakan ada sekitar 100 juta orang yang telah dibunuh dalam perang dunia, perang-perang lainnya, perang gerilya dan perang antara “geng” preman-preman, kamp konsentrasi, “gulag” di Uni Soviet, pembunuhan-pembunuhan tokoh-tokoh, terorisme dlsb.

Yesus masuk ke dalam kelompok orang-orang tak bersalah yang menderita sebagai tawanan-tawanan hati nurani, para pengungsi atau korban penindasan HAM. Dunia orang-orang tak bersalah juga mencakup orang-orang yang tidak mendapat bagian yang adil dalam hal distribusi sumber daya dunia, para korban kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter dari pemerintah yang lebih mementingkan perlindungan terhadap diri para pengusaha dan orang kaya, juga para korban dari eksploitasi lingkungan hidup yang merusak udara, air dan lapisan ozone yang seyogianya melindungi penduduk bumi.

Setiap hari, banyak dari kita adalah korban-korban dari kesalahpahaman, ketidakhati-hatian, keserakahan. Mereka menderita karena ambisi, akal-akalan, ketamakan, ketidakpekaan dlsb. dari orang-orang lain.

Siapa saja mereka yang berada dalam posisi sebagai korban-korban tak bersalah, dapat memandang Yesus di kayu salib, dan Ia siap menyambut mereka dengan tangan terbuka lebar-lebar dan kemudian merangkul mereka: karena Dia adalah “batu yang dibuang”, sama seperti dengan semua orang yang ditolak/dibuang dan korban-korban tak bersalah lainnya.

Di atas kayu salib Yesus adalah suatu tanda bela rasa dan solidaritas. Dan, dalam kebangkitan-Nya Dia adalah suatu tanda pengharapan dan pemulihan nama baik-Nya. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan malah dipilih untuk berfungsi sebagai batu penjuru yang sangat vital dalam sebuah bangunan. “Hal itu terjadi dari pihak TUHAN (YHWH), suatu perbuatan ajaib di mata kita” (Mat 21:42; bdk. Mzm 118:23).

Yesus adalah suatu tanda untuk menunjukkan bahwa Allah berpihak pada para korban yang tak bersalah. Allah Bapa yang membangkitkan Yesus dari alam maut, akan membersihkan nama baik semua orang tak bersalah yang menderita karena ulah orang lain. Namun mereka harus menunggu dengan sabar sampai tiba waktu (Yunani: Kairos) Allah sendiri. Yesus yang bangkit dari antara orang mati, adalah tanda pengharapan dan pengakuan bahwa diri-Nya adalah Ilahi. Santo Petrus dalam suratnya yang pertama menasihati dan mengajak kita: “Datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi dipilih dan dihormati di hadirat Allah. Biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani” (1Ptr 2:4-5).

Guna mengakhiri permenungan kita kali ini, marilah kita mendengar dengan penuh rasa syukur bagian akhir dari “Sabda-sabda Bahagia” yang disabdakan Yesus: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersuka cita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat 5:11-12).

DOA: Bapa surgawi, kuat-kuasa-Mu seringkali terlihat justru di tengah-tengah kegagalan manusia. Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan justru Kaujadikan batu penjuru yang sangat penting demi keselamatan umat manusia, dalam hal ini Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Dimuliakanlah nama-Mu, ya Allah kami, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 21:33-43,45-46), bacalah tulisan yang berjudul “PERUMPAMAAN YESUS TENTANG PARA PENGGARAP KEBUN ANGGUR” (bacaan tanggal 21-3-14) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 14-03 PERMENUNGAN ALKITABIAH MARET 2014.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2014)

Cilandak, 29 Februari 2024 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

APAKAH KITA BERBELA RASA TERHADAP LAZARUS-LAZARUS YANG KITA JUMPAI?

APAKAH KITA BERBELA RASA TERHADAP LAZARUS-LAZARUS YANG KITA JUMPAI?

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Kamis, 29 Februari 2024

“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Ada pula seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, Bapak Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang di sini ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain itu, di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, Bapak, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Mereka memiliki kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkannya. Jawab orang itu: Tidak, Bapak Abraham, tetapi jika seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepada-Nya Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Luk 16:19-31)

Bacaan Pertama: Yer 17:5-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6

Memang tidak nyamanlah rasanya bila kita untuk pertama kalinya berjumpa dengan seorang pengemis yang meminta-minta sedekah di sebuah sudut jalan. Kita mungkin saja merasa heran apakah yang telah terjadi sehingga menyeret dirinya ke dalam situasi yang samasekali tidak manusiawi. Namun, dengan berjalannya waktu, kita mungkin menjadi terbiasa dengan pemandangan seperti itu, sampai akhirnya kita samasekali tidak memperhatikan orang-orang seperti itu. Cuwek saja! EGP! Pada saat-saat seperti itulah pengemis miskin itu menjadi seperti Lazarus bagi kita.

Orang kaya dalam perumpamaan Yesus hari ini tidak masuk neraka karena dia kaya atau karena dia menikmati hidupnya. Sebaliknya, justru karena si kaya ini begitu disibukkan dengan kepentingan dan kenikmatan dirinya sendiri, sampai-sampai dia mengabaikan keberadaan Lazarus. Si kaya membuat dirinya sebagai pusat dunianya. Hanya di dalam nerakalah dia menyadari bahwa dia harus menggunakan berbagai karunia dan sumber daya yang dimilikinya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Kesadaran dirinya bahwa dia sudah terlambat untuk melakukan apa pun guna memperbaiki posisinya tentunya merupakan tambahan penderitaan atas dirinya.

Terima kasih penuh syukur kita panjatkan kepada Allah karena kita belum terlambat! Pada penghakiman terakhir kita tidak akan diinterogasi perihal sampai seberapa kaya atau miskin diri kita. Tingkat pendidikan kita juga tidak memiliki signifikansi. Banyak dari hal yang kita lakukan dan memakan waktu kita tidak penting ketika Allah menguji kehidupan kita pada akhirnya. Akan tetapi, kita dapat memastikan diri bahwa Dia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada kita berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber daya yang kita miliki (baca Mat 25:31-46). Dalam perumpamaan hari ini, Yesus mengajar kita bahwa jikalau kita menggunakan harta benda dunia ini hanya untuk kepentingan diri kita sendiri, tanpa ada bela rasa terhadap Lazarus-Lazarus dalam kehidupan kita, maka kita mengambil risiko yang ujung-ujungnya sama dengan yang dialami oleh si orang kaya dalam perumpamaan ini.

Dengan hati yang difokuskan pada apa yang penting bagi Allah, marilah kita menggunakan waktu dan kesempatan-kesempatan yang kita miliki untuk mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Oleh karena itu, pada hari ini marilah kita memperhatikan secara istimewa seseorang yang  biasanya kita tidak perhatikan – barangkali seorang pribadi sunyi-sepi-sendiri yang membutuhkan senyum kita, atau seorang anggota keluarga kita yang membutuhkan pertolongan kita. Bela rasa akan bertumbuh dalam hati kita jika kita bertindak atas bela rasa yang kita rasakan terhadap orang lain. Selagi kita belajar menggunakan berbagai karunia yang kita miliki untuk menolong Lazarus-Lazarus yang berdiri di depan pintu rumah kita, maka kita akan lebih mengenal lagi kasih Allah bagi kita.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, penuhilah hatiku dengan bela rasa-Mu bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan, termasuk mereka yang sakit. Gunakanlah diriku sebagai instrumen-Mu guna menghibur dan menolong mereka. Terima kasih, ya Tuhan Yesus; terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 16:19-31), bacalah tulisan yang berjudul “LAZARUS-LAZARUS DALAM KEHIDUPAN KITA” (bacaan tanggal 29-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2014)

Cilandak, 28 Februari 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

…… ANAK MANUSIA DATANG BUKAN UNTUK DILAYANI, MELAINKAN UNTUK MELAYANI ……

…… ANAK MANUSIA DATANG BUKAN UNTUK DILAYANI, MELAINKAN UNTUK MELAYANI ……

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Rabu, 28 Februari 2024)

Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan, “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Mereka akan menyerahkan dia kepada bangsa-bangsa lain, supaya diolok-olokkan, dicambuk dan disalibkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.”

Kemudian datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus, “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum? Kata mereka kepada-Nya, “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka, “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang yang baginya Bapa-Ku telah menyediakannya.” Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata, “Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa bertindak sebagai tuan atas rakyatnya, dan para pembesarnya bertindak sewenang-wenang atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat 20:17-28)

Bacaan Pertama: Yer 18:18-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:5-6,14-16

“…… Anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi twbusan bagi banyak orang.” (Mat 20:28)

Dalam ilmu management ada tipe pribadi yang diberi julukan “gung ho, take-charge kind of person”. Gambaran apa yang ada dalam pikiran anda seandainya anda diperkenalkan dengan orang tipe ini? Bagi banyak dari kita, kata-kata gung ho dst. ini menggambarkan seseorang yang ambisius – dan barangkali bahkan suka mendesak-desak dan mendorong-dorong agar keinginannya tercapai (Inggris: pushy). “Pukul/lakukan saja dulu, urusan belakangan!” Orang seperti ini dapat sangat baik dalam mengendalikan suatu situasi dan mewujudkan rencana/agendanya, apakah untuk kebaikan atau pun sesuatu yang buruk. Tidak meragukan lagi, pribadi seperti ini juga adalah seorang real doer dapat bergerak leluasa di lapangan, bukan sekadar seorang pemikir yang lebih banyak berada di belakang meja kerjanya. Orang seperti itu juga berkemungkinan besar untuk menjadi pemimpin yang alami (Inggris: natural).

Yakobus dan Yohanes bersaudara (anak Zebedeus sang juragan ikan) cocok sekali dengan gambaran seperti ini. Misalnya, ketika Yesus tidak diterima dengan baik di sebuah desa Samaria, dua orang bersaudara ini ingin agar para penduduk desa itu disambar api/kilat yang turun dari langit (lihat Luk 9:51-56). Markus juga menceritakan kepada kita bahwa Yesus menamakan dua orang bersaudara itu “Boanerges”, artinya: anak-anak guruh (Mrk 3:17), barangkali karena entusiasme dan sifat agresif yang mereka miliki. Sekarang, dalam bacaan Injil hari ini, kita memperoleh sedikit kesan dari mana kedua orang bersaudara itu memperoleh sifat mereka yang suka take-charge itu: dari ibunda mereka sendiri. Nyonya Zebedeus kelihatannya tanpa rasa ragu dan malu-malu melakukan pendekatan kepada Yesus dengan suatu permintaan yang “berani” menyangkut dua orang anaknya.

Dapatkah anda membayangkan betapa penuh tantangan tentunya bagi Yakobus dan Yohanes untuk mengikuti Yesus? Mereka harus mendengarkan Dia dengan penuh perhatian, bukannya memegang sendiri kendali atas situasi/orang-orang lain. Mereka juga harus belajar bersikap diam dan membuka hati mereka bagi hikmat Allah, bukan seenaknya mengikuti dorongan hati sendiri, atau ide-ide sendiri. Akhirnya, mereka harus belajar betapa pentingnya menjadi para pelayan/hamba/abdi yang rendah-hati bagi orang-orang lain – bukannya menjadi penguasa atas orang-orang lain. Hal ini sungguh tidak mudah, teristimewa bagi orang-orang yang dididik dan dibesarkan untuk menjadi pemimpin dalam artiannya yang kita kenal secara umum.

Dengan berjalannya waktu, Yesus mentransformasikan Yakobus dan Yohanes menjadi para pelayan/hamba/abdi sejati, yang memahami kebutuhan untuk mengheningkan hati mereka dan mendengarkan arahan dari Allah sendiri. Apabila Yesus dapat melakukan “mukjizat” perubahan atas dua orang bersaudara ini, maka tentunya Dia dapat melakukannya juga atas diri kita masing-masing. Satu hal bersifat kunci yang dimiliki Yakobus dan Yohanes adalah bahwa mereka tidak menjadi ciut-hati ketika Yesus mengoreksi mereka. Mereka hanya mengikuti terus Yesus, dengan penuh semangat belajar bagaimana  menjadi rendah-hati – oleh karena itu menjadi efektif – seperti Yesus sendiri.

Saudari-saudaraku yang dikasihi Kristus, marilah kita mengikuti contoh yang diberikan oleh dua orang bersaudara – Yakobus dan Yohanes – itu dan belajar betapa pentingnya bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, aku ingin menjadi seorang pelayan seperti Engkau. Oleh kuasa Roh Kudus, tolonglah aku untuk cukup mengerem diriku agar dapat berdiam dalam kasih-Mu dan kerahiman (belaskasih)-Mu, sehingga dengan demikian aku pun dapat berbagi kasih-Mu dan  kerahiman (belaskasih)-Mu itu dengan orang-orang lain. Terpujilah nama-Mu, ya Tuhan Yesus. Engkau yang hidup dan berkuasa bersama Bapa surgawi dalam persekutuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 20:17-28), bacalah tulisan yang berjudul “APA ARTINYA MENJADI BESAR DALAM KERAJAAN ALLAH” (bacaan tanggal 28-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2013)

Cilandak, 27 Februari 2024 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS MENGAJAR KITA AGAR SUPAYA TIDAK MENJADI MUNAFIK

YESUS MENGAJAR KITA AGAR SUPAYA TIDAK MENJADI MUNAFIK

(Bacaan Injil Misa Kudus,  Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Selasa, 27 Februari 2024)

Lalu berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terbaik di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil orang ‘Rabi.’  Tetapi kamu, janganlah kamu disebut ‘Rabi’; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Janganlah kamu menyebut siapa pun ‘bapak’ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias. Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Mat 23:1-12)

Bacaan Pertama: Yes 1:10,16-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:8-9,16bc-17,21,23

Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi duduk di atas kursi Musa dan memandang diri mereka sebagai para pewaris ajaran-ajarannya dan mengklaim diri mereka sebagai pelestari ajaran-ajaran Musa tersebut. Memang banyak ajaran mereka adalah demi kemuliaan Allah dan seturut semangat Perjanjian Lama, namun sayangnya (celakanya?) tidak ditunjukkan dalam praktek kehidupan mereka.

Yesus mengkritisi hasrat mereka akan kehormatan, seperti gelar “rabi” atau “guru”, juga kecintaan mereka untuk “pamer diri” (pencitraan diri/tebar pesona?) di pasar dan di tempat-tempat umum lainnya. Salah satu praktek “gila hormat” atau “pamer diri” orang-orang munafik ini adalah memperbesar kotak yang berisikan ayat-ayat suci yang digunakan selagi mereka berdoa (diikatkan pada kepala dan kotaknya ditaruh di dahi). Mereka juga biasa saling berebut tempat kehormatan pada pertemuan-pertemuan sosial dan keagamaan. Yesus “mengutuk” kemunafikan seperti itu dan mengkontraskannya dengan ideal kepemimpinan Kristiani yang tidak lain tidak bukan adalah untuk melayani. Pada suatu hari Yesus bersabda kepada para murid-Nya: “Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa bertindak sebagai tuan atas rakyatnya, dan para pembesarnya bertindak sewenang-wenang atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani …” (Mat 20:25-28; bdk. Mat 23:11).

Yesus samasekali bukanlah seperti seorang “rabi” atau “guru” yang tidak mempraktekkan apa yang diajarkannya (lihat Mat 23:3). Yesus mempraktekkan apa yang diajarkan-Nya secara sempurna. Tidak ada contoh nyata yang lebih jelas daripada contoh yang ditunjukkan oleh Yesus dalam hal ini, yaitu ketika merendahkan diri-Nya di atas kayu salib (Flp 2:6-11). “Pelayan-Raja” kita ini sekarang sudah ditinggikan di surga, dan Dia sendiri memang telah mengatakan, “Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Mat 23:12).

Dari hidup-Nya, Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai seorang servant-leader (pemimpin yang melayani) yang sempurna. Oleh karena itu, pantaslah bahwa kita menyapa-Nya sebagai Guru. Yesus tidaklah seperti mereka yang mengklaim berbagai gelar agar mendapat pujian, penghormatan dlsb. yang bersifat keduniaan. Lewat peri kehidupan-Nya Yesus memimpin kita semua menuju Surga, dan kita adalah murid-murid yang baik jika kita mendengarkan dan mematuhi perintah-perintah-Nya dan mengikut Dia. Untuk melakukan hal ini kita dapat memohon kepada Yesus agar Dia memimpin kita. Kita dapat mendengarkan sabda-Nya melalui bacaan dan permenungan Kitab Suci, menerima tubuh-Nya (dan darah-Nya) dalam Ekaristi dan mengikuti ajaran-Nya dengan menaruh kepercayaan kepada-Nya dalam kasih yang sejati.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, oleh kuasa Roh Kudus-Mu, tolonglah kami agar dapat menyediakan waktu yang cukup setiap harinya guna mendengarkan sabda-Mu. Kuatkanlah kami agar mampu mempraktekkan sabda-Mu dalam kehidupan kami sehari-hari.  Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 23:1-12), bacalah tulisan yang berjudul “SEBUAH PERINGATAN KERAS DARI YESUS” (bacaan tanggal 27-2-24) dalam dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2014)

Cilandak, 26 Februari 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

HIKMAT DAN KERENDAHAN-HATI DANIEL YANG PATUT DITELADANI

HIKMAT DAN KERENDAHAN-HATI DANIELYANG PATUT DITELADANI

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Senin, 26 Februari 2024)

Maka aku memohon kepada TUHAN (YHWH), Allahku, dan mengaku dosaku demikian: “Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu , para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri. Ya Tuhan, Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu seperti pada hari ini, kami orang-orang Yehuda, penduduk kota Yerusalem dan segenap orang Israel, mereka yang dekat dan mereka yang jauh, di segala negeri kemana Engkau telah membuang mereka oleh karena berlaku murtad terhadap Engkau. Ya YHWH, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara YHWH, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya. (Dan 9:4b-10) 

Mazmur Tanggapan: Mzm 79:8-9,11,13; Bacaan Injil: Luk 6:36-38

Pada pertengahan abad ke-2 SM, bala tentara Kekaisaran Yunani menduduki tanah Palestina, menumpas dan menindas Yudaisme serta menganiaya orang-orang yang tidak mau mengikuti kemauan mereka. Dalam suasana seperti itu muncullah sebuah kitab yang berisikan pesan sederhana: Berteguhlah dalam iman! Melalui kisah-kisah, doa-doa, dan penglihatan-penglihatan yang diuangkapkan dalam bahasa poetis, kitab ini mendorong serta menyemangati orang-orang Yahudi untuk membandingkan diri mereka dengan para nenek-moyang mereka yang telah menanggung derita dan mengalami hidup di pembuangan Babel beberapa abad sebelumnya. Tokoh sentralnya bernama Daniel, seoerang Yahudi yang ideal, yang tetap mengabdi YHWH di tengah banyaknya pencobaan yang dihadapi orang-orang Yahudi.

Daniel digambarkan sebagai seorang pemuda yang penuh hikmat dan rendah hati di antara orang-orang buangan di Babel. Setelah memeditasikan keadaan bangsa Yahudi yang menyedihkan, dia berdoa, “Ah Tuhan Allah …… Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu” (Dan 9:4-5). Doa Daniel mengungkapkan rahmat pertobatan sejati – suatu pemahaman bahwa Allah adalah kudus dan manusia adalah para pendosa: “Ya Tuhan, Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu seperti pada hari ini” (Dan 9:7)

Daniel tidak menyalahkan generasi-generasi Yahudi sebelumnya, melainkan dia mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri dan kesalahan-kesalahan bangsanya: “Kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas nama-Mu …… kami telah berbuat dosa terhadap Engkau” (Dan 9:6,8). Biasanya, kepahitan, frustrasi, dan kemurkaan – akibat-akibat dosa – melukai cintakasih kita kepada orang-orang lain, dan kita pun ribut mencari kambing hitam, penyebab ketidakbahagiaan kita. Akan tetapi, Daniel memahami bahwa kita tidak dapat membenarkan diri kita di hadapan Allah yang Mahakuasa. Kita hanya dapat mengandalkan diri pada belas kasihan atau kerahiman-Nya: “Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia” (Dan 9:9).

Marilah kita sekarang meneladan hikmat-kebijaksanaan dan kerendahan-hati Daniel. Marilah kita melihat ke dalam hati kita masing-masing sebelum kita menyalahkan orang-orang lain. Marilah kita memohon kepada Allah agar Ia mengubah kehidupan kita sendiri sebelum kita menuntut perubahan-perubahan dalam diri para saudari dan saudara kita. Dengan cara ini, kita membuka diri kita dan juga mereka bagi mukjizat pengampunan dan rekonsiliasi.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Maharahim, kami sungguh rindu untuk menyatu dengan diri-Mu secara lebih mendalam lagi. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu, tolonglah kami agar cepat mengakui dosa-dosa kami dan menanganinya dengan cepat pula, sehingga dengan demikian kami dapat melanjutkan hidup kami dalam kebebasan penuh sukacita sebagai anak-anak yang Kaukasihi. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Pertama hari ini (Dan 9:4b-10) bacalah tulisan yang berjudul “DOA DANIEL YANG LAYAK DAN PANTAS UNTUK DITIRU” (bacaan tanggal 26-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-03 PERMENUNGAN ALKITABIAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan senuah tulisan saya pada tahun 2012)

Cilandak, 25 Februari 2024 [HARI MINGGU PRAPASKAH II -TAHUN B]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

TUJUAN AKHIR KITA BUKANLAH UNTUK MATI

TUJUAN AKHIR KITA BUKANLAH UNTUK MATI

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PRAPASKAH II [Tahun B] – 25 Februari 2024)

Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya sangat putih berkilauan. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat memutihkan pakaian seperti itu. Lalu tampaklah kepada mereka Elia bersama dengan Musa, keduanya sedang berbicara dengan Yesus. Kata Petrus kepada Yesus, “Rabi, alangkah baiknya kita berada di tempat ini. Biarlah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Lalu datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara, “Inilah Anak-Ku yang terkasih, dengarkanlah Dia.” Tiba-tiba sewaktu memandang sekeliling, mereka tidak melihat seorang pun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.

Pada waktu turun dari gunung itu, Yesus berpesan kepada mereka, supaya mereka tidak menceritakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati. Mereka memegang pesan itu sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati”. (Mrk 9:2-10)

Bacaan Pertama: Kej 22:1-2,9a,10-13,15-18; Mazmur Tanggapan: 116:10,15-19; Bacaan Kedua: Rm 8:31b-34

Ketiga rasul “lingkaran dalam” Yesus ini mengalami suatu penglihatan yang luarbiasa. Yesus, sahabat dan Guru mereka, terlihat sedang berdiri di depan mereka dalam kemuliaan ilahi, dan Ia didampingi oleh dua orang pahlawan terbesar bangsa Israel, yaitu Musa dan Elia. Tidak begitu mengherankanlah kalau dalam situasi seperi itu Petrus menjadi tidak tahu apa yang harus dikatakannya. 

Hanya satu pekan sebelum peristiwa transfigurasi yang penuh kemuliaan ini terjadi, Yesus memberitahukan untuk pertama kalinya bahwa Dia harus pergi ke Yerusalem dan di sana menanggung banyak penderitaan dari para pemuka agama Israel, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari  (lihat Mrk 8:31). Sekarang Yesus mengajak ketiga orang rasul-Nya yang paling dekat untuk naik ke atas gunung dan memberikan kepada mereka bertiga kesempatan mencicipi alasan mengapa Dia harus menanggung penderitaan sedemikian. Untuk sekejab saja Yesus menunjukkan kepada mereka bagaimana kemanusiaan-Nya akan terlihat setelah ditransformasikan dalam kemuliaan. 

Sebagai orang-orang yang berjuang menghayati hidup Injili secara radikal seturut teladan St. Fransiskus dari Assisi, kita [saya dan saudari-saudara Fransiskan lainnya] cenderung untuk memfokuskan diri pada upaya melakukan pertobatan, puasa, doa, pemberian derma dan sejenisnya. Kita mencoba mengkontemplasikan “Sang Tersalib” sesering mungkin. Kita berbicara mengenai “memikul salib kita” atau “mati terhadap kedosaan manusia kita”. Akan tetapi, sebagaimana Petrus, Yakobus dan Yohanes, yang melihat kemuliaan Yesus sebelum mereka mengalami salib-Nya dan salib mereka sendiri, maka kita pun perlu juga mengarahkan pandangan kita ke surga “di atas sana” agar dapat melihat pancaran cahaya Yesus yang bangkit dalam kemenangan dan ditransformasikan dalam kemuliaan. 

Allah ingin agar kita merasa yakin, bahwa tujuan akhir kita bukanlah untuk mati, melainkan untuk hidup! Kita tidak eksis untuk sekadar menjalani hidup  pertobatan, melainkan juga untuk hidup dengan Yesus dalam suatu ikatan kasih yang tak terpatahkan! Melalui transfigurasi-Nya, Yesus ingin memberikan kepada kita pandangan secara sekilas lintas tentang transfigurasi kita di masa depan, ketika kita akan hidup bersama-Nya dalam kemuliaan, tidak lagi di bawah beban dosa, melainkan ditinggikan oleh Roh Kudus. 

Saudari-Saudara terkasih, selagi kita mendengarkan pembacaan Kitab Suci dalam Misa Kudus hari ini, baiklah kita memejamkan mata. Bayangkan diri kita bersama ketiga rasul di atas gunung itu. Biarlah Roh Kudus menunjukkan kemuliaan Yesus kepada kita. Marilah membayangkan apa yang dibicarakan Yesus dengan Musa dan Elia di atas gunung itu. Apakah Yesus sendiri menarik kekuatan dari pengalaman transfigurasi-Nya untuk hari-hari terakhir-Nya di atas bumi? Marilah sekarang kita bertanya kepada Yesus bagaimana seharusnya kita menjaga mata hati  kita agar tetap fokus pada kemuliaan yang dijanjikan-Nya, bukan pada segala kesulitan hari ini. Perkenankanlah Allah untuk sharing dengan kita pemikiran surgawi apa saja yang Ia akan masukkan ke dalam pikiran dan hati kita masing-masing. Biarlah kebangkitan-Nya memberdayakan kita pada hari ini. 

DOA: Segala kemuliaan dan pujian bagi-Mu, ya Tuhan Yesus Kristus! Semoga kebangkitan-Mu senantiasa memberdayakan kami. Engkau yang hidup dan berkuasa bersama Bapa surgawi dalam perdekutuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mrk 9:2-10), bacalah tulisan yang berjudul “PERNYATAAN BAPA SURGAWI YANG PENUH KEMULIAAN ITU BERSIFAT VITAL BAGI PARA MURID YESUS” (bacaan tanggal 25-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 25-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH MARET 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2015)

Cilandak, 24 Februari  2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERINTAH YESUS UNTUK MENGASIHI MUSUH-MUSUH KITA

PERINTAH YESUS UNTUK MENGASIHI MUSUH-MUSUH KITA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan I Prapaskah – Sabtu, 24 Februari 2024)

Kamu telah mendengar yang difirmankan, Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu: Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari  bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna.” (Mat 5:43-48)

Bacaan Pertama: Ul 26:16-19; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:1-2,4-5,7-8 

Rasanya dari perintah Yesus yang keras-keras, perintah untuk mengasihi musuh inilah perintah paling keras dan sulit yang harus kita laksanakan. Berapa banyak dari kita telah mendengar perintah Yesus ini memandangnya sebagai ‘terlalu idealistis’? Berapa banyak dari kita yang telah mendengar sabda Yesus ini dan merasa bersalah karena ketidakmampuan kita selama ini untuk setia pada perintah itu. Biar bagaimana pun, siapakah yang dapat sungguh mengasihi secara sempurna?

Kasih yang sempurna itu murah hati dan konstan. Karena didirikan di atas suatu komitmen interior, maka kasih yang sempurna tidak berubah berdasarkan tindakan-tindakan orang yang kita kasihi. Mengasihi musuh-musuh kita juga bukan merupakan hasil dari kalkulasi cost and benefit seperti halnya rata-rata keputusan bisnis. Kalau kita sungguh mengasihi mereka, maka bukan berarti ada jaminan bahwa musuh-musuh kita kemudian menjadi kawan kita.

Tujuan utama dari ‘mengasihi musuh-musuh’ adalah agar kita dapat mencerminkan kasih Allah kepada mereka. Tindakan kita tersebut kita membantu melembutkan hati mereka terhadap Allah. Allah ingin agar kita memandang musuh-musuh kita seperti Dia memandang mereka. Mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah seperti kita juga; orang-orang yang membutuhkan belas kasih Allah, seperti kita juga.

Kasih sempurna adalah kasih Allah yang ditunjukkan oleh-Nya pada waktu Dia mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan kita, meskipun kita masih menjadi musuh-musuh-Nya (lihat Rm 5:8-10). Sebagai anak-anak Allah sekarang kita turut serta dalam hidup ilahi-Nya. Ini adalah sumber ‘kasih sempurna’. Inilah yang akan memampukan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita. Yesus tahu bahwa tidak mungkinlah mengasihi musuh kita berdasarkan sumber daya manusiawi yang terpisah dari Allah. Kita hanya dapat mengasihi seperti Yesus sendiri mengasihi, serta juga menanggapi rahmat yang mengalir dari kematian dan kebangkitan-Nya.

Semakin besar kita bertumbuh dalam kesatuan dengan Kristus, semakin besar pula kita akan mencerminkan ‘kasih sempurna’-Nya kepada setiap orang dalam kehidupan kita – baik musuh-musuh maupun kawan-kawan. Kasih Yesus yang ‘lebar’ akan mengatasi kasih kita yang ‘sempit’. Hati-Nya yang lemah lembut akan mengalahkan hati kita yang keras. Sebagai akibatnya, kita akan mengalami sukacita besar ketika kita menyadari bahwa kita mengasihi orang-orang melebihi kemampuan alami kita sendiri.

DOA: Roh Kudus, tolonglah buka mataku agar dapat memandang orang-orang lain dengan kasih, dengan kasih mana Yesus sendiri memandang mereka. Perbaikilah kesempitan pandanganku dengan visi Yesus yang jelas mengenai kasih yang kekal-abadi. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 5:43-48), bacalah tulisan yang berjudul “KASIHILAH MUSUHMU” (bacaan tanggal 24-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2010)

Cilandak, 23 Februari 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS TAHU BAHWA MENGAMPUNI ITU SULIT, ……

YESUS TAHU BAHWA MENGAMPUNI ITU SULIT, ……

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan I Prapaskah – Jumat, 23 Februari 2024)

Pfak S.Polikarpus, Uskup Martir

Aku berkata kepadamu: Jika kamu tidak melakukan kehendak Allah melebihi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang mencaci maki saudaranya harus dihadapkan ke Mahkamah Agama, dan siapa yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu ini jangan menyerahkan engkau kepada pengawal dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai habis. (Mat 5:20-26)

Bacaan Pertama: Yeh 18:21-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 130:1-8

Ada orang yang mengibaratkan persahabatan itu seperti porselen yang indah. Sungguh sesuatu yang sangat berharga, yang mudah pecah namun sulit diperbaiki. Kita semua mengetahui betapa sulitnya untuk mengampuni seseorang yang telah menyakiti kita,  menjatuhkan kita, katakanlah mendzolimi kita. Di samping luka yang kita derita  karena pengkhianatan sahabat kita, ada juga luka lain yang disebabkan oleh ketidakmampuan kita untuk mengampuni atau tidak adanya kemauan untuk berdamai dari pihak kita sendiri. Pada kenyataannya, dalam beberapa kasus, tidak mau mengampuni dapat menyebabkan luka yang lebih berat daripada tindakan awal orang lain yang membuat kita geram dan marah. Luka-luka kecil kalau dibiarkan saja dapat bertumbuh menjadi luka-luka yang lebih besar, konsekuensinya lebih sukar untuk disembuhkan. 

Itulah sebabnya, mengapa Yesus memerintahkan kita untuk mengampuni. Namun pada saat yang sama baiklah kita ketahui bahwa Dia tidak memandang remeh sulitnya mengampuni orang lain yang telah mendzolimi kita. Bagaimana pun juga Yesus sendiri mengalami pengkhianatan dari seorang murid yang sangat dipercayai oleh-Nya. Sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana Hati Yesus meratapi Yudas Iskariot berkaitan dengan pengkhianatan murid yang satu ini. Meskipun Yesus tahu bahwa mengampuni itu sulit, tokh Ia mengajarkan kepada kita untuk mengampuni, untuk berdamai, untuk let go luka-luka lama. Dalam Doa ‘Bapa Kami’ yang diajarkan oleh Yesus sendiri, kita mendengar potongan kalimat seperti berikut: “Ampunilah kami dari kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Mat 6:12). Doa ‘Bapa Kami’ itu segera disusul oleh dua ayat penting: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang,  Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” (Mat 6:14-15). Mengakhiri perumpamaan-Nya tentang pengampunan (Mat 18:21-35), Yesus bersabda: “Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu” (Mat 18:35). 

Kita tidak dapat berdalih dalam hal pengampunan ini karena perintah Yesus begitu jelas dan gamblang. Terasa  berat memang, suatu tuntutan yang sulit dipenuhi. Dalam hal ini ingatlah belas kasih Yesus kepada kita sepanjang hidup kita. Tuhan Yesus menyediakan ‘segudang’ cintakasih-Nya bagi kita untuk menutupi kekurangan kita dalam hal mengasihi orang lain. Ia sungguh dapat menolong kita manakala hati kita sedang membeku-keras atau mengalami kepahitan dalam hidup ini. 

Yesus tahu bahwa mengampuni itu sulit, tidak terjadi secara instan, seringkali bertahap. Bagi-Nya kurang penting apakah kita telah mengampuni setiap orang secara penuh, daripada kita memelihara hati lembut dan mohon kepada-Nya rahmat agar kita semakin lembut hari lepas hari. Dengan demikian, berdamailah dengan saudarI dan saudara kita! Biarlah kasih Kristus memenuhi diri kita masing-masing, sehingga kita dapat memberikan cintakasih dan belas kasih kepada semua orang dalam kehidupan kita. 

DOA: Tuhan Yesus Kristus, hanya Engkau yang dapat membetulkan hati yang patah dan menyembuhkan jiwa-jiwa yang terluka. Buatlah aku utuh oleh kuat-kuasa Roh Kudus-Mu. Berikanlah kepadaku rahmat untuk mengampuni. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 5:20-26), bacalah tulisan yang berjudul “PERANAN PENTING DARI REKONSILIASI” (bacaan tanggal 23-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya di tahun 2010)

Cilandak, 22 Februari 2024 [Pesta Takhta S. Petrus, Rasul]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ENGKAULAH MESIAS, ANAK ALLAH YANG HIDUP!

ENGKAULAH MESIAS, ANAK ALLAH YANG HIDUP!

(Bacaan Injil Misa Kudus, PESTA TAKHTA SANTO PETRUS, RASUL – Kamis, 22 Februari 2024)

Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Jawab mereka, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan: Elia dan yang lain lagi mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Jawab Simon Petrus, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya, “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya, kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” (Mat 16:13-19)

Bacaan Pertama: 1Ptr 5:1-4; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6

Pada “Pesta Takhta Santo Petrus, Rasul” yang kita rayakan pada hari ini, tema IMAN  jelas terasa dalam liturgi Gereja. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa iman kepada Yesus sebagai “Mesias” (Kristus) dan “Putera (Anak) Allah yang hidup” (Mat 16:16) terletak pada jantung pelayanan Petrus sebagai kepala Gereja di atas bumi dan uskup pertama Roma. Pesta hari ini merayakan iman itu dan menunjuk pada pelayanan Petrus.

Gereja Kristus dibangun di atas batu karang pengakuan iman Petrus. Iman Petrus bahwa Yesus adalah Mesias dan Putera Allah merupakan pemberian Allah sendiri. Tidak ada seorang pun manusia menyatakan ini kepadanya; hal ini diberikan oleh Bapa surgawi sendiri! (Mat 16:17). Iman yang teguh-kokoh kepada Kristus ini merupakan fondasi di atas mana Gereja dibangun, bahkan sampai pada hari ini. Kemampuan Petrus (dan semua penggantinya) untuk menggembalakan kawanan domba seturut cara Kristus tergantung pada iman sedemikian – baik iman sang gembala maupun iman kawanan dombanya.

Iman Petrus kepada Yesus adalah iman yang diajarkan Petrus kepada Gereja; iman yang membawa kita kepada Kerajaan kekal abadi. Tidak ada sesuatu pun di atas bumi yang berkaitan dengan Takhta Petrus – kebesarannya, otoritasnya, bahkan pelayanannya – dapat membawa kita kepada Kerajaan ini kalau tidak bertumpu dan memancar dari batu karang iman.

Gereja dalam pesta ini merenungkan pentingnya jabatan-mengajar Petrus dan juga bagaimana sentralnya iman kepada Yesus dalam jabatan ini. Ini adalah dasar pelayanan Petrus dan para penggantinya, dan untuk kesejahteraan kawanan domba yang digembalakan mereka. Pesta ini harus mendorong kita memeriksa diri kita sendiri apakah kita menghargai karunia pelayanan Petrus kepada Gereja yang diberikan oleh Kristus. Selagi para gembala membawa kawanannya kepada Kristus, apakah kita memiliki hasrat untuk mengikuti jalan Kristus? Selagi Petrus dan para penggantinya memproklamasikan kebenaran Kristus dan bagaimana Dia ingin kita menjalani kehidupan kita seturut kehendak-Nya, apakah kita mendengarkan apa yang mereka ajarkan?

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahapengasih, kami berdoa untuk Paus Fransiskus yang sekarang duduk di takhta Petrus dan para penggantinya nanti. Berkatilah pelayanan setiap Paus  dan topanglah dia dalam kebenaran selagi dia menggembalakan umat – kawanan dombanya – menuju Kerajaan kekal abadi. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 16:13-19), bacalah tulisan yang berjudul “SEORANG YANG JAUH DARI SEMPURNA, NAMUN DIPILIH OLEH YESUS” (bacaan tanggal 22-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH FEBRUARI 2024.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2013)

Cilandak, 21 Februari 2024 [Pfak S. Petrus Damianus, Uskup Pujangga Gereja]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KOYAKKAN HATIMU DAN JANGAN PAKAIANMU

KOYAKKAN HATIMU DAN JANGAN PAKAIANMU

(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI RABU ABU, 14 Februari 2024)

“Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN (YHWH), “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada YHWH, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya. Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi YHWH, Allahmu.

Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah pengantin laki-laki keluar dari kamarnya, dan pengantin perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan YHWH, menangis di antara balai depan dan mezbah, dan berkata: “Sayangilah, ya YHWH, umat-Mu, dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka. Mengapa orang berkata di antara bangsa: di mana Allah mereka?”

YHWH menjadi cemburu karena tanah-Nya, dan Ia belas kasihan kepada umat-Nya. (Yl 2:12-18)

Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-6,12-14,17; Bacaan Kedua: 2Kor 5:20-6:2; Bacaan Injil: Mat 6:1-6,16-18

Sebagaimana terjadi setiap tahun, sekali lagi kita mendengar seruan nabi Yoel agar umat berbalik kepada Tuhan “dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan mengaduh” (Yl 2:12). Dan, lagi-lagi dalam tahun ini, kita dapat saja masih tergoda untuk memandang masa Prapaskah sebagai saat-saat gelap di mana kita memeriksa kembali segala dosa kita dan mengkomit diri kita untuk melakukan segala sesuatu dengan lebih baik. Akan tetapi, jauh dari suatu masa penyangkalan-diri belaka, masa Prapaskah memanggil kita untuk kembali kepada Allah sehingga dengan demikian Ia dapat membebaskan kita dari cengkeraman dosa dan memimpin kita secara lebih penuh lagi ke dalam Kerajaan-Nya.

Allah tidak mencari-cari kesalahan kita dan menghukum kita. Dia ingin membebaskan kita dari dosa-dosa kita, sehingga dengan demikian kita dapat berjalan dalam kebebasan sebagai anak-anak-Nya. Selagi kita memeriksa nurani kita dan menjadi semakin dekat dengan Yesus dalam masa Prapaskah ini, maka Allah akan menyentuh hati kita sehingga dengan demikian kita dapat berseru kepada-Nya: “Ya Tuhan, ubahlah hatiku. Aku ingin dipenuhi dengan kasih-Mu.” Sementara kita mulai membuang hal-hal yang selama ini memisahkan diri kita dari Allah, maka kita akan menyediakan ruangan dalam hati kita agar dipenuhi dengan hidup ilahi.

Selagi dahi kita diberikan abu pada hari ini, Allah mengundang kita untuk mengoyakkan hati kita di hadapan-Nya. Allah mengundang kita untuk berdiri di hadapan sang Juruselamat dan memperkenankan-Nya melihat hidup kita dan membuang hal-hal yang menghalangi aliran kasih-Nya kepada kita. Kita akan menemukan bahwa tidak ada privilese yang lebih besar daripada memperkenankan Allah menguji hati kita.

Pada masa Prapaskah ini, marilah kita memohon Yesus agar memberikan lebih lagi hidup ilahi-Nya. Yesus sangat rindu melihat agar kita menyambut diri-Nya ke dalam hati kita. Yesus dapat meminta kita agar melepaskan apa yang kita sukai dan menyediakan waktu yang lebih banyak untuk berdoa dan untuk pembacaan serta permenungan sabda-Nya dalam Kitab Suci. Namun selagi kita memperkenankan Yesus untuk menguasai hati kita, maka penyangkalan-diri kita dan pelayanan kita akan menggiring kita kepada sukacita surgawi. Pertobatan adalah suatu karunia/anugerah bagi kita. Marilah kita menerima karunia/anugerah ini dan memperkenankan Yesus menggantikan dosa kita dengan kasih-Nya.

D0A: Tuhan Yesus Kristus, datanglah dan selidikilah hatiku dalam masa Prapaskah ini. Cabutlah dari hidupku segala hal yang menghalangi diriku dari pengenalan akan kasih-Mu dan berjalan lebih dekat lagi dengan diri-Mu. Ya Tuhan Yesus, terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 6:1-6, 16-18), bacalah tulisan yang berjudul “MELAKUKAN  HAL-HAL YANG BENAR HARUSLAH BERDASARKAN MOTIF-MOTIF YANG BENAR” (bacaan tanggal 14-2-24) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 24-02 PERMENUNGAN ALKITABIAH MARET 2024)

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2014)

Cilandak, 13 Februari 2024

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS